Sabtu, 09 Mei 2015

PERSPEKTIF MENGENAI YESUS



           Dalam dunia yang luas ini, pembicaraan tentang Yesus tidak berhenti atau selesai. Sepanjang sejarah nama Yesus terus terdengar dan menjadi pembicaraan sepanjang sejarah. Siapakah Yesus ini sehingga nama-Nya terus dibicarakan? Benarkah Yesus itu Allah? Dalam makalah ini, penulis akan menguraikan apakah apakah benar Yesus itu Allah.

            Lebih kurang  2.000 tahun yang lalu Yesus masuk ke dalama kumpulan manusia dalam sebuah masyarakat Yahudi. Ia berasal dari keluarga yang sederhana, sebuah kelompok minoritas. Ia hidup lebih kurang 33 tahun. Dan dari masa itu hanya ada lebih kurang 3 tahun, Dia melakukan pelayanan-Nya.
            Melihat waktu yang tidak terlalu lama. Dimana Yesus hanya aktif dalam pelayanan-Nya hanya lebih kurang 3 tahun, mustahil Dia dapat dikenal sampai hari ini. Namun itulah pribadi Yesus. Ada apa dengan Yesus ini? Josh McDowel mengatakan: “Tanggal surat kabar kita atau tanggal hak cipta sebuah buku teks universitas memberikan kesaksian bahwa Yesus menjalani salah satu dari semua kehidupan terbesar yang pernah ada."
            H.G. Well, ahli sejarah terkemuka pernah ditanyakan, siapakah orang yang meninggalkan kesan yang paling menetap dalam sejarah. Ia menjawab bahwa kalau kebesaran seseorang diukur oleh standar-standar sejarah maka, “Berdasarkan pengujian ini, Yesuslah yang nomor satu”.
            Kenneth Scott  Latourette, juga seorang ahli sejarah, berkata: “ Sementara zaman demi zaman berlalu, bukti-buktinya semakin bertambah sehingga, bila diukur melalui akibatnya dalam sejarah, maka Yesuslah tokoh yang paling berpengaruh yang pernah hidup di planet ini. Pengaruh itu tampaknya terus bertambah.”
            Dari Ernest Renan kita memperoleh pengamatan ini: “Yesus adalah jenius bidang agama terbesar yang pernah hidup. Keindahan-Nya kekal dan pemerintahanNya tidak akan pernah berakhir. Dalam segala segi, Yesus itu unik dan tidak satu pun dapat dibandingkan dengan-Nya. Seluruh sejarah tidak dipahami tanpa Kristus.”
            Mengarah kepada apa yang dikatakan oleh para ahli sejarah benar bahwa Yesus ini memiliki perbedaan yang sangat berbeda dengan orang-orang yang mungkin dapat dikenang oleh orang-orang. Siapakah Yesus ini?
             
              Perspektif  mengenai Yesus sangat banyak. Mulai dari sejak  zaman dahulu hingga sekarang. Dan pembicaraan  mengenai Yesus tidak habis-habisnya dan  tidak pernah berakhir.  Dalam bukunya G.J.O Moshay yang berjudul  Who Is This Allah mengatakan:

“Banyak orang bertanya: apakah Allah itu Tuhan?. Apakah Allah tiu Tuhan dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus (Kolose 1:3)? Dan banyak pendapat bermunculan.  Beberapa orang mengatakan Allah adalah Tuhan,. Tuhan yang sama dengan Tuhan dalam Alkitab sebagaimana Dia dikenal dalam bahasa Arab. Beberapa orang lain mengatakan bahwa hal tersebut din atas tidak mungkin terjadi; mereka mengatakan bahwa mereka tidak tahu siapa Dia, tetapi mereka yakin bahwa Dia berbeda dengan Tuhan Alkitab. Beberapa orang mengatakan bahwa Dia sesungguhnya seorang dewata yang berkuasa, tetapi bukan Tuhan yang Maha Kuasa. Bahkan beberapa orang percaya bahwa ada dua Allah. Mereka mengatakan Allah orang Arab dan orang Kristen Hausa berebeda dengan Allah orang Islam. Menurut mereka, sementara Allah umat Kristen Arab adalah Tuhan, Allah umat Islam bukan Tuhan."
            Mormon mengajarkan bahwa Allah dianggap menyerupai manusia. Dia adalah seorang pribadi. Dia berbicara dan telah berbicara kepada manusia. Dia telah dimuliakan dan menurut ukuran manusia, Dia adalah Mahabijak dan Mahakuasa. Tetapi Dia penuh kasih dan baik hati. Dia adalah Bapa Roh semua orang dan Dia mempunyai pertimbangan kebapaan dan perhatian terhadap anak-anakNya. Pekerjaan dan kemuliaanNya teerletak dalam kesejahteraan mereka yang kekal.
            Mormon juga berpandangan Yesus adalah PutraNya, dilahirkan secara jasmani dan diperanakkan oleh Roh Allah. Dia hidup,mati dan dibangkitkan dalam arti yang benar-benar seperti yang dilaporkan kembali dalam Perjanjian Baru. Dia adalah Juruslamat dan Penebus manusia menurut rencana yang telah disusun sebelum dunia ini diciptakan. Sekalipun Mormon meiliki keyakinan seperti itu tentang Yesus. Namun mereka keliru, mereka mengatakan bahwa manusia itu sama dengan Allah. Manusia dapat menjadi allah-allah kecil.
            Mengapa banyak pendapat mengenai Tuhan Yesus? Erwin  W. lutzer mengungkapkan ada empat hal yang menyebabkan yaitu sebagai berikut:
1      Keterbatasan manusia. Keterbatasan manusia menjadi penyebab dari banyak perbedaan pendapat.
2     Salah tafsir manusia. Disinilah letaknyaberbagai perbedaan pendapat yang terjadi karena prasangka kita, kita memaksa Alkitab untuk mengatakan apa yang kita kehendaki dan untuk bermacam-macam alasan .
3      Ketidakpercayaan manusia. Banyak para penafsir Alkitab yangmenyangkal mukzijat-mukzijat yang ada dalam Alkitab berdasarkan persangkaan modern banhwa mukzijat tidak mungkin terjadi. Teologi Jerman, Rodolf  Bultmann menganggap perlu untuk meniadakan “sifat metodologi” Perjanjian Baru supaya sesuai dengan selera teologi abad 20.
4      Tradisi. Sifat manusia berkecenderungan untuk mengisi celah-celah, memuliakn berbagai pengajaran dan pertambahan dari geerasi-generasi yang terdahulu.
Di atas telah dipaparkan mengapa terjadi perbedaan pendapat antara yang satu dengan yang lain. Di bawah ini berbagai pendapat-pendapat yang diperdebatkan diberbagai bagian negeri yaitu:
1      Origenes, seorang teolog dari Aleksandria di Mesir, menegaskan bahwa Sang Anak berpangkat lebih rendah dari pada Bapa. Bahkan kadangkala dia menyebut Sang Anak sebagai Theos Deuteros-Allah kedua.
2      Arius, seorang penatua di Aleksandria, jika Anak memiliki hakikat yang berbeda daripada Bapa, maka dia berpendapat bahwa Anak adalah makhluk ciptaan (Yoh 14:28; Mar 13:32; Yoh 5:19; 1 Kor 15:28). Sang Anak mempunyai permulaan, tetapi Allah tidak mempunyai permulaan.
    Kaum Gnostik (dari kata Yunani untuk pengetahuan) percaya bahwa zat adalah jahat dan oleh karena itu tidaklah mungkin Allah menjadi manusia. Jika Ia menjadi manusia Ia akan dicemari oleh kejahatan. 
    Artanasius, seorang teolog dan penulis apologi yang besar (tahun 296-373). Sebagai seorang pejuang ortodoksi ia menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah sepenuhnya Allah dan memiliki hakekat  yang sama dengan Bapa.
Dari pendapat-pendapat yang diutarakan di atas, saya percaya bahwa Yesus adalah Allah yang sejati.  Dalam suatu konsili besar yang diadakan oleh Konstantinus yang bertempat di Nicea, dengan maksud untuk mengambil satu keputusan yang mana harus mereka percayai dan pegang dari berbagai pendapat para teolog-teolog di atas. Setelah konsili bersidang  berjalan, dan satu keputusan yang diambil oleh Konstantinus adalah pendapatnya Athanasius, yang mengatakan Kristus adalah Allah yang sejati.
Gerakan zaman baru, yang kini mulai diterima dimana-mana mengajarkan bahwa semua agama di dunia pada hakekatnya sama, dan titik kesatuan mereka terletak di dalam kekuatan pikiran.
           Kata kunci yang harus dipegang oleh setiap orang percaya adalah Yesus adalah tetap Allah.  dulu, sekarang dan sampai selama-lamanya. Ada banyak orang berpendapat yang salah tentang Yesus. Mereka menganggap bahwa Yesus itu bukan Allah.  Tetapi sebagai penulis mengatakan apa pun kata orang tentang Yesus itu tidak akan mengurangi eksistensi Yesus sebagai Allah. Marilah kita sebagai orang-orang yang percaya memiliki keyakinan yang kokoh dan kuat bahwa Yesus itu adalah Allah. 

            Jangan terpengaruh apa kata orang, tetapi terpengaruhlah apa  kata Alkitab tentang Yesus. Milikilah pengenalan yang benar tentang Yesus dan berusahalah untuk tetap hidup di dalam-Nya. Dan rasakan keindahan bersama Tuhan melalui pujian, penyembahan dan doa-doa. Saya percaya bahwa kedekatan kita dengan Tuhan akan membuat kita semakin mengenal siapa Yesus itu.  Sekalipun kita belum mengenal Yesus secara kasat mata, tetapi dengan iman kita percaya bahwa Dia adalah Allah yang hidup yang sanggup melakukan perkara yang besar dalam hidup kita.  Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani 11:1).




[1] G.J.O. Moshay, Who Is This Allah, 1995
[2] Erwin W. Lutzer, Teologi Kontemporer (Malang: Gandum Mas, 2005).
[3] Erwin W. Lutzer, Teologi Kontemporer 35
[4] Josh McDowell, Banarkah Yesus iItu Allah ( Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2008)

YESUS MENURUT PANDANGAN ALKITAB

YESUS MENURUT PANDANGAN ALKITAB
Dalam surat Paulus ke jemaat Filipi yang tertulis dalam Filipi 2:5-8: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Yesus adalah Allah yang telah menjadi manusia. Dengan keadaan manusia Yesus dapat menyealamatkan sekaligus memberikan contoh kepada manusia. Orang Kristen menerima kebenaran tentang keberadaan Allah dengan  iman. Dan tentunya bukan iman yang buta, melainkan yang berdasarkan bukti.
Dalam surat Filipi ini telah Paulus terngkan bahwa, pernyataan tentang kerendahan hati-Nya ini pun  menunjukkan keilahian-Nya. Kita tidak boleh mengabaikan fakta bahwa Paulus memberikan kepada Kristus twmpat yang paling tinggi yang bisa dibayangkan,  dan juga pernyataan Paulus yakni di dalam Kristus diam seluruh kepenuhan suatu istilah yang berarti kepenuhan seluruh kuasa-kuasa ilahi.
Yesus Kristus sesungguhnya merupakan Allah nama dan gelar. Nama Yesus diambil dari bentuk Yunani dari nama Yesua atau Yosua yang berarti “Yahwe-Juruselamat” atau  “Tuhan Menyelamatkan”. Gelar Kristus diambil dari terjemahan kata Yunani untuk Mesias (atau Masiah dalam bahasa Ibrani, Dan 9:26) dean berarti “yang diurapi.”
Perjanjian Baru dengan jelas memperkenalkan Kristus sebagai Allah. Nama-nama yang dipakai untuk Kristus dalam Perjanjian Baru adalah begitu rupa sehingga nama-nama itu hanya bisa dengan tepat dipakai untuk Allah. Matius menyebutkan dalam kitab injil Matius dengan sebutan Mesias, Anak Allah, dan Yesus digambarkan sebagai Raja. Injil Markus menggambarkan Yesus sebagai hamba. Injil Lukas menggambarkan Yesus sebagai anak manusia. Injil Yohanes menggambarkan Yesus sebagai anak Allah. Namun jelas dari apa yang dikatan Alkitab bahwa Yesus adalah Allah.
Misalnya, Yesus disebut Allah dalam  ungkapan, “dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus” (Titus 2:13; bdn. Yoh 1:1; Ibr 1:8; Roma 9:5; 1 Yoh 5:20,21). Alkitab mengenakan kepada Yesus ciri-ciri yang hanya bisa berlaku  untuk Allah. Yesus diperkenalkan sebagai Oknum yang ada dengan sendirinya (Yoh 1:4; 14:6); berada dimana-mana (Mat 28:20; 18:20); Mahatahu (Yoh 4:16; 6:64; Mat 17:22-27); dan memiliki hidup kekal (1 Yoh 5:11,12,20; Yoh 1:4).
Dalam surat Injil Yohanes dikatakan bahwa pada mulanya adalah Firman, dan Firman   itu adalah Allah. Yohanes mengatakan bahwa Yesus adalah Logos. Pada mulanya adalah Logos; Logos itu bersama-sama dengan Allah dan Logos itu adalah Allah… Logos itu telah menjadi ,manusia dan diam diantara kita (1:1,,14). Logos adalah satu unsur  yang paling penting dalam teologi Stoa _ Menghadapi dualism Yunani yang biasa mengenai Allah dan dunia, mereka menggunakan konsep Logos sebagai unitarianisme (salah satu aliran agama Kristen yang menolak doktrin Trinitas dan percaya bahwa Alllah itu hanya satu) untuk memecahkan persoalan dualism itu.. Para penganut Stoa menggunakan ide Logos untuk menjadi dasar kehidupan moral yang rasional. Firman Allah adalah satu konsep yang penting bagi bangsa Yahudi; ciptaan terjadi dan dipelihara oleh firman Allah (Kej 1:3, “Berfirmanlah Allah”; lihat Maz 33:6,9; 147:15-18); dan firman Allah adalah pembawa keselamatan dan hidup baru (Maz 107:20; Yes 4:8; Yeh 3:4-5). Jelas bahwa firman  itu adalah Allah sendiri dan di Injil Yohanes telah dikatakan bahwa firman itu telah menjadi manusia. Tidaklah diragukan lagi bahwa Allah berinkarnasi menjadi manusia itulah Yesus sendiri.
Alkitab mengatakan bahwa seluruh perkataan dan perbuatan  Yesus Kristus adalah fakta tentang ke-Allahan-Nya. Bukti-bukti ke-Allah-an Yesus Kristus:
1.      Yesus mengyandang gelar ilahi. Yesus disebut firman (Logos) yang  tidak lain adalah Allah sejati (Yoh 1:1,14,18); disebut Anak Allah (Mat 14:33;16:16-17); Markus 1:1; Yohanes 1:18); Yohanes lima kali menyebut Yesus sebagai Anak Tunggal Bapa (Yoh 1:14, 18; 3:16,18; 1 Yoh 4:9). Yesus disebut Alfa dan Omega (Wah 1:8; 21:6; 22:13).
2.      Yesus memiliki sifat-sifat dasar ke-Allah-an. Dia sudah ada sebelum Abraham ada (Yoh 8:58; Kol 1:17). Dia tidak berubah (Ibr 13;8). Dia Mahakuasa (Mat 28:18; Yoh 3:35; 17:2; Efesus 1:20-21; 1 Petrus 3:22 dan Wah 1:8). Yesus Mahatau (Yoh 5:42; 6:64; 16:30; 21:6; Kis 1:24; Ibr 4:13 dan Wah 2:23). Yesus Mahaada (Mat 28:20, Kis 18:10), dan Mahasuci (Ibr 4:15; 7;26 dan 1 Petrus 2:22).
3.      Yesus setara dengan Allah Bapa. Terlihat dalam kesatuannya dengan Bapa (Yoh 10:30), dan kelayakan-Nya untuk desembah (Mat 2:11; 14:33; 28;19).
4.      Yesus melakukan karya yang hanya dikerjakan oleh Allah. Karya penciptaan dan pemeliharaan (Yoh 1:3; Kol 1;16-17 dan Ibr 1:2,10. Dikatakan menopang segala sesuatu (Kol 1:17 dan Ibr 1:3). Mukjizat demi mukjizat yang dilakukan (Yoh 2:1-11; 4:46-54; 5:1-9; 6:1-13; 6:16-21; 9:1-41 dan 11:1-44.
5.      Theophani dalam PL.  Panglima Bala Tentara Tuhan yang disembah oleh Yosua (5:13-15), Malaikat Tuhan (Kej 16:7-14; 18:13-33; 22:11-18; Kel 3:2-5; Hakim2 6:11-23; 1 Raja-Raja 19:5-7; 2 Raja-Raja 19:35).
Sudah sangat jelas dari pemaparan di atas bahwa Yesus itu adalah Allah.  Apa pun pendapat orang tentang Yesus dan sekalipun menyangkal Yesus sebagai manusia biasa atau apapun itu, Alkitab telah mencatat bahwa Yesus adalah  Allah.  Dalam septuaginta kata “Yahweh” diterjemahkan dengan kata TUHAN. Hal ini berarti apabila dalam PB, Yesus disebut sebagai Tuhan, menurut Fitzmyer, penulis PB menganggap Yesus setara dengan Allah Yahweh.














KEPUSTAKAAN


[1] Louis Berkhof, Teologi Sistematika 1 Doktrin Allah (Surabaya: Momentum,2007)
[2] Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru(Malang: Gandum Mas, 2006)
[3] Josh McDowell, Benarkah Yesus itu Allah?.
[4] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid 1 (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2002)
[5] Ichwei G. Indra, Teologi Sistematis(Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2003).
[6] David Imam Santoso, Theologi Matius(Malang: Leteratur Saat, 2009)

SPIRITUAL FORMATION



SPIRITUAL FORMATION

Ketika seseorang menjadi Kristen, Allah memberikan jenis kehidupan yang baru didalam diri orang tersebut. Kehidupan yang baru didalam Kristus sama seperti kehidupan yang baru dialami oleh manusia secara jasmani, yaitu mengalami proses pertumbuhan. Ketika orang percaya lahir baru, mereka seperti bayi rohani yang butuh susu untuk bertumbuh. Mereka perlu pembinaan, bimbingan dan arahan untuk bertumbuh secara baik dan benar, tetapi yang jadi kendala dan permasalahannya, mereka tidak tahu bagaimana caranya untuk bertumbuh.


Spiritual formation adalah bagian integral dalam proses pendidikan teologi. Dipusat pembentukan berbagai kualifikasi dan keterampilan akademis dari ilmu teologi, terdapat pembentukan sikap teologis dalam cakupan arti yang komprehansif dan utuh. Pendidikan teologi adalah pembentukan teologis diri teolog yang adalah pelayan Tuhan, didalam konteks kehidupan Gereja Tuhan, ditengah masyarakat zamanya, dalam pengajaran Roh Kristus dan didalam antisipasi terhadap panggilan pengabdiannya dimasa depan.



Sebagian orang Kristen memiliki masalah yang lebih mendasar. Mereka bertanya-tanya bagaimana mereka dapat mengetahui bahwa pengalaman-pengalaman rohani mereka murni. Memang kerohanian sejati sering memiliki manifestasi-manifestasi jasmani, tetapi kehadiran manifestasi-manifestasi jasmani tidak menjamin bahwa pengalaman rohani tersebut berasal dari Allah.
Alkitab menunjukkan bahwa anugerah keselamatan memang menjadikan seseorang suka dengan kegiatan-kegiatan religius, tetapi Alkitab juga menunjukkan bahwa kesukaan terhadap kegiatan religius bukan tanda yang meyakinkan dari keberadaan anugerah. Sebagai contoh: Orang Yahudi pada zaman Yesaya membawa persembahan bagi Allah, mengadakan persekutuan-persekutuan khusus pada hari-hari kudus dan menengadahkan tangan mereka dalam banyak doa, tetapi Allah berkata bahwa kerohanian mereka tidak bermanfaat bagi mereka (Yes 1:15). Realita kehidupan berasrama yang penulis alami dan juga amati dari beberapa teman-teman maupun adik-adik tingkat yang  penulis bimbing memberikan penyataan yang sama, keseringan “tinggal didalam hadirat Allah” membuat banyak orang terjebak pada suatu kondisi yang dinamakan rutinitas. Hal ini membuat kehidupan spiritualitas berhenti bahkan cenderung menurun.

Seiring berjalannya waktu, hubungan orang percaya  dengan Tuhan juga terkadang semakin memudar, ini juga yang penulis amati menjadi masalah utama dari beberapa mahasiswa Teologia. Dampak itu semakin buruk ditambah dengan tugas kuliah yang begitu padat sehingga menghabiskan seluruh waktu dan energi mahasiswa, sehingga mereka terkonsentrasi pada masalah perkuliahan dibandingkan dengan kehidupan spiritualitas pribadi. M. Basilea Schlink memaparkan hal ini dengan baik sekali
“Saya mulai melihat bahwa hubungan saya dengan Tuhan Yesus Kristus dari tahun ketahun terkikis, ibarat sebuah perkawinan yang mulai menjemukan. Apa yang saya lakukan manakala saya melihat ada waktu luang pada suatu hari Minggu atau hari libur? Saya tidak sabar untuk berkumpul bersama orang-orang lain – orang-orang yang saya sukai, orang-orang yang mempunyai kesamaan – sehingga kami dapat berbagi gagasan maupun pengalaman. Atau, saya membaca sebuah buku yang seru. Atau saya pergi menikmati alam. Bahkan, saya membenamkan diri untuk melakukan hal-hal yang untuk mengerjakannya membutuhkan waktu yang lama. Tetapi, untuk datang kepada Yesus – untuk memberi-Nya pengakuan saya yang pertama pada waktu luang saya, itu tidak lagi saya lakukan”.

Sementara itu, kerohanian yang yang dituntut Allah bukanlah sejenis kerohanian yang terdiri dari kehendak yang lemah, mandul dan pasif, yang membawa kita hanya sedikit melampaui batas apatis total. Tetapi kerohanian yang dituntut Allah adalah kerohanian yang terus bertumbuh dan melahirkan buah dalam hidup dan dalam pelayanan yang dilakukan. Kerohanian yang dituntut Allah adalah kerohanian yang menuju kepada kesempurnaan, seperti yang dikatakan oleh Jordan Aumann “Teologi rohani adalah bagian dari teologi yang, karena berasal dari kebenaran-kebenaran penyataan ilahi dan pengalaman keagamaan masing-masing pribadi, membentuk arah bagi pertumbuhan dan perkembangannya, dan menjelaskan tentang proses kemajuan jiwa-jiwa dari awal kehidupan rohani sampai pada kesempurnaan yang utuh".

PENGERTIAN UMUM SPIRITUALITAS
            Kata “spiritualitas berasal dari bahasa Latin spiritus yang mempunyai banyak arti, antara lain”roh, jiwa, sukma, hati, sikap, perasaan, kesadaran diri, kebesaran hati, keberanian…” Arti umumnya untuk menyatakan sesuatu yang berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, batin).
            Dalam antropologi budaya, kata spiritual dipakai untuk menyebut sesuatu yang berlawanan dengan material. Ada pula yang memberikan pengertian kata spiritual sebagai kegiatan dan kepercayaan yang dikaitkan dengan sesuatu yang berada diluat jangkauan manusia, yaitu bagian dunia yang tersembunyi yang merupakan sumber ilmu pengetahuan, kekuatan dan pengaruh-pengaruh lain yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Tissa Balasuriya mengatakan spiritualitas adalah suatu istilah yang digunakan dalam kitab-kitab agama tradisional untuk menunjuk pencarian bagi pemenuhan dan kesempurnaan.
Agama Islam memakai kata spiritualitas searti dengan kata keagamaan. Kata agama itu sendiri menurut pendidikan agama Islam adalah “kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan Dia melalui upacara, penyembahan dan permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasarkan ajaran … Dalam Budhisme kata spiritual digunakan untuk menyebut praktik-praktik agamamawi yang membawa manusia kepada pelenyapan sengsara. Mengutip pernyataan Balasuriya, spiritualitas berarti “upaya pencarian bagi penyucian pribadi, untuk pertumbuhan dalam kebajikan dan pembebasan dari dosa, yang diilhami oleh keinginan untuk menyatu dengan Allah melalui perjuangan untuk hidup demi nilai-nilai transcendental tertentu”

SPIRITUALITAS KRISTEN
Spiritualitas Kristen adalah pengertian spiritualitas dipandang dari sudut pandang Kristen. Victor L. Tanya menyatakan bahwa spiritualitas Kristen adalah sikap hidup yang berbuahkan buah roh (Gal.5:22-23) dan ungkapan sikap hidup yang selalu berkarya untuk menghidupkan orang lain serta membawakan kebaikan bagi semua orang. Menurut Tissa Balasuriya, spiritualitas Kristen yaitu spiritual yang bukan saja memperdulikan pelayanan social tetapi juga yang memperjuangkan keadilan sosio-politik. Spiritulaitas bukan saja bersifat kultis tetapi juga profetis. Spiritual memiliki pemahaman kesucian pribadi sebagi respon atas nuraninya, kesucian itu sesuai dengan otoritaas Allah dan sebagai pencarian kerajaan Allah.
Dari pendapat diatas, spiritualitas Kristen bukan hanya suatu tatanan kehidupan rohani, tetapi transformasi kebenaran iman Kristen kedalam kehidupan bersama dalam masyarakat. Spiritualitas Kristen bersifat aplikasi iman yang membina dan mengembangkan pengetahuan iman Kristen dan menjadikan seseorang memilki karakter yang sesuai dengan kehendak Allah dalam firman-Nya untuk memuliakan Allah.
Spiritualitas Kristen adalah kerohanian yang dibangun dan dilaksanakan berdasarkan iman Kristen, dan dilakukan demi nama Tuhan dan untuk kemuliaan nama-Nya.
 


















KEPUSTAKAAN


[1] Muhamad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998),     
[2] F.X. Mudji Sutrisno, Budhisme Pengaruh dalam Abad Modern (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993)
[3] Balasuriya, Teologi Siarah,
[4] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991)
[5] Tissa Balasuriya, Teologi Siarah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997)
[6] Octavius Winslow, Christian’s Inner Life (Surabaya: Momentum Christian Literatur, 2000)
[7] Gerald R. McDermott, Mengenali 12 Tanda Kerohanian Sejati (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2001)
[8] J. Oswald Sanders, Akrab Dengan Allah (Jakarta: Metanoia, 2001)
[9] Jonathan Edwards, Pengalaman Rohani Sejati (Surabaya: Momentum Christian Literature, 2003)
[10] Simon Chan, Spiritual Theology – Bagian 1(Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2002) 
[11] Paul Hidayat, dkk, Bertumbuh Dalam Roh (Cipanas: STT Cipanas, 1997)